arsip.bhantaran.com – Sebelum lebih jauh terjadi salah persepsi dan terperosok pada individualisme dan sikap anti-sosial, maka sebaiknya kita tidak lagi mengkampanyekan praktek “social distancing” dan menggantinya dengan “physical Distancing.”
Menghadapi pandemi virus corona yang diperlukan adalah physical distancing, bukan social distancing. Yang dimaksud oleh para ahli kesehatan sesungguhnya adalah menjaga jarak fisik dengan orang lain agar tidak terjadi penularan–ditular atau menularkan-virus. Untuk itu istilah yang tepat adalah physical distancing.
Sementara, social distancing justru berbahaya dalam situasi krisis dan pandemi corona. Situasi pandemi virus menciptakan kekhawatiran dan ketidakpastian.
Dalam siatuasi ini yang diperlukan adalah kepedulian sosial terhadap sesama dengan memperkuat social connection, solidarity, dan inclusiveness. Bukan social distancing; menjaga jarak sosial.
Social distancing menciptakan individualisme dan perilaku egoistik. Hanya mementingkan keamanan dan keselamatan diri dan kelompok sosialnya sendiri.
So, mari kita stop kampanye sosial distancing, dan menggantinya dengan physical distancing. Dengan melakukan physical distancing, menjaga jarak dari orang lain ketika harus berbelanja ke warung dll, kita bisa melawan dan pencegah penyebaran virus corona.
Dengan melakukan physical distancing kita masih bisa berbuat untuk orang lain. Banyak saluran donasi melalui berbagai digital crowdfunding utk membantu orang-orang terpapar dan terdampak covid 19, dan para petugas medis.
Tetapi, dengan social distancing, bisa membuat kita semakin terperosok dalam perpecahan dan ketidakpedulian. Social distancing melahirkan kelompok kaya memborong habis bahan makanan untuk memastikan keamanan pangannya sendiri. Atau menimbun masker untuk meraup keuntungan finansial.
Penulis :
Hakimul Ikhwan, Ph.D
Dosen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.