Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI, Prof. Nizam, tengah mengembangkan sistem blockchain untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ). Foto: Ist
JAKARTA – Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bukanlah suatu hal baru di Indonesia.
PJJ sudah berlangsung sejak 1987 ketika Indonesia membangun Universitas Terbuka (UT).
PJJ bisa diselenggarakan mulai dari lingkup perguruan tinggi (PT), program studi, hingga mata kuliah tertentu.
Ruang lingkup ini sesuai dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya Nomor 7 tahun 2020 Pasal 43 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Demikian seperti diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Prof. Nizam.
Nizam menyampaikannya dalam webinar Sinergi UGM dan KAGAMA: Membangun Ekosistem Digital Learning, Kamis (15/10/2020).
Webinar ini digelar oleh UGM Kampus Jakarta dan Pengurus Pusat KAGAMA.
“Pola baru yang sebenarnya kami dorong untuk PJJ adalah adanya agregator pembelajaran daring,” tutur Nizam.
“Pembelajaran daring tidak sekadar dosen mengajar direkam dan diunggah di YouTube. Kalau seperti itu, sudah ada miliaran materi di YouTube.”
“Sebab, pendidikan jarak jauh lebih banyak aspeknya daripada sekadar pembelajaran melalui media digital,” jelas alumnus Jurusan Teknik Sipil UGM ini.
Karena itu, lanjut Nizam, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemdikbud merasa perlu membangun ekosistem pembelajaran daring.
Untuk itu, Dikti kini kini tengah membangun Institut Pendidikan Siber Indonesia yang dimotori oleh UT.
Peran UT adalah agregator bagi seluruh perguruan tinggi dalam berbagi modul atau materi pembelajaran.
“Ide mengenai konsep ini sebenarnya sudah kami luncurkan sejak 2000-an dengan berbagai pendekatan, tetapi belum take-off,” kata Nizam.
“Nah, hal ini kemudian menjadi lebih relevan lagi dengan adanya pembelajaran daring yang telah terjadi. Tujuh juta mahasiswa kita tiba-tiba harus berhadapan dengan layar setiap hari,” terangnya.
Nizam melanjutkan, pembelajaran daring punya empat aspek penting. Yakni konten yang bisa diakses semua orang (1), open courses: perkuliahan terstruktur (2), pembelajaran bisa online bisa separuh online (3).
Kemudian, sertifikasi: bagaimana mengubah pembelajaran menjadi kredit (4), dan gelar yang sepenuhnya diberikan via pembelajaran jarak jauh seperti UT (5). Keseluruhan aspek tersebut dikelola dalam sistem blockchain.
Sehingga, kata Nizam, antara mahasiswa, dosen, dan PT dapat melakukan itu di dalam satu sistem yang aman, dan terjaga kualitasnya.
“Blockchain yang sedang kita kembangkan saat ini bertujuan untuk bisa menghubungkan antara pengguna dan penyedia layanan pendidikan,” kata Nizam.
Dekan Fakultas Teknik UGM periode 2017-2020 ini menerangkan, jauh sebelum Institut Siber Indonesia berdiri, Indonesia sudah memulai konsep serupa. Yakni melalui SPADA (Sistem Pembelajaran Daring) yang sudah dirintis sejak 2014.
Namun, SPADA kala itu baru open content, belum open courses. SPADA dimulai dengan mendukung 30 mata kuliah dan 240 modul yang kala itu diselenggarakan oleh 6 PT dan diikuti lebih dari empat ribu mahasiswa.
Nizam mengatakan, cukup banyak yang menggelar pembelajaran menggunakan SPADA pada awalnya.
Namun, jumlah penggelar dan pesertanya lambat laun turun. Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini menjadi momentum untuk memperkuat dan mengembangkan SPADA.
Di SPADA, kini ada 179 perguruan tinggi penyedia open courses dengan 2010 perguruan tinggi penerima layanan, serta 23.093 mahasiswa peserta.
“Saat ini sudah ada lebih dari tiga ribu modul tersedia di SPADA. SPADA sifatnya open content, open courses. Tidak dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan jarak jauh,” kata Nizam.
Baca juga: Tak Mau Menjadi Ahli Gizi, Levi Menikmati Perannya di Bidang Industri Makanan
“Tetapi dalam bentuk resources yang tersedia dan bisa digunakan untuk pembelajaran blended learning (separuh online), maupun untuk akses buat mahasiswa maupun dosen,” bebernya.
Tidak berhenti di situ, Dikti juga menyediakan akses International Massive Open Online Course (MOOC).
Yakni kesempatan bagi mahasiswa atau dosen untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dari lembaga/instansi internasional. Serta melakukan kegiatan bersertifikasi kompetensi dan industri global.
“Pekan lalu, seluruh jajaran perguruan tinggi negeri di bawah naungan PGRI menyelenggarakan MOOC. Itu bisa diikuti dan diakui sebagai kredit,” kata Nizam.
“Kami juga bekerja sama dengan AWS, Cisco, Huawei, dan Google, untuk bisa membangun kapasitas SDM kita dalam teknologi digital,” terangnya.
Baca juga: Staf Ahli Kemenkeu: Pemerintah Telah Memberikan Perhatian Penuh pada Pengembangan UMKM Sejak Sebelum Pandemi
Nizam mengaku, Dikti telah menyiapkan sistem PJJ yang memungkinkan diselenggarakan mulai mahasiswa masuk kuliah hingga lulus.
Sebab, mahasiswa kini telah punya akses yang luas dan utuh. Tidak sekadar akses modul, tetapi juga akses terhadap tutor, dosen, perpustakaan, jejaringnya, serta kerja sama dengan mahasiswa lain.
Kemudian, laboratorium, studio, bengkel, dan industri baik virtual dengan enhance reality maupun fisik.
Sumber : KAGAMA.CO