Sekjen Kemendes PDTT, Anwar Sanusi sedang memperbaiki regulasi terkait desa inklusi. Wakil Ketua Umum PP KAGAMA itu juga mengharapkan adanya pastisipasi aktif dari seluruh mitra-mitra pembangunan, termasuk KAGAMA. Foto: Ist
arsip.bhantaran.com – Sekjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI, Anwar Sanusi, mengatakan sejatinya desa memiliki persoalan serius.
Persoalan tersebut, utamanya terkait kemajuan peradaban. Selama ini, masyarakat desa dianggap tertinggal dari banyak aspek.
“Namun, di sisi lain desa memiliki kekuatan untuk menjaga keragaman Indonesia. Desa memberikan ruang yang sama dari seluruh komponen desa yang ada,” ujar alumnus FISIPOL UGM ini.
Hal ini dia sampaikan dalam acara webinar KAGAMA bertajuk Desa Inklusif: Basis Solidaritas Bangsa, pada Kamis (2/7/2020).
Saat ini, salah satu yang membutuhkan perhatian besar adalah pemberdayaan kelompok disabilitas, sehingga pemerintah giat mendorong program ini.
Menurut Anwar, desa sudah seharusnya bisa merangkul semua kelompok. Dalam proses pengambilan keputusan, semua kelompok dan komponen desa harus terlibat.
“Setiap musyawarah harus bisa melibatkan semua kelompok kepentingan yang ada di desa itu. Seperti representasi perempuan, pemuda, disabilitas, ulama, dan sebagainya harus terwakili dalam musyawarah,” ujar Wakil Ketua Umum PP KAGAMA ini.
Spirit yang dibawa desa, kata Anwar, tidak hanya pembangunan. Tetapi juga mempertahakan nilai-nilai bangsa, termasuk solidaritas, kebersamaan, tenggang rasa, dan gotong royong.
Nilai-nilai ini mencerminkan orisinalitas kebudayaan Indonesia yang masih eksis di tingkat perdesaan.
“Dalam lima tahun ke depan, kami sedang fokus membangun SDM dan meneruskan transformasi ekonomi di tingkat perdesaan,” ujar pria kelahiran 51 tahun lalu ini.
Untuk itu, pihaknya berusaha mewujudkan desa yang mandiri, dengan membangun berbagai pondasi yang kuat, di antaranya penguatan modal sosial dan dasar dan tata kelola perdesaan.
Pengembangan desa inklusi juga turut mendukung adanya peningkatan SDM desa. Pemerintah, kata Anwar, berusaha memberikan pelayanan dasar kepada seluruh kelompok marginal.
Ada pun pelayanan dasar itu berupa pengembangan kapasitas literasi desa termasuk pengembangan keterampilan, serta penguatan nilai-nilai inklusi sosial.
Kemudian juga dilakukan penguatan akuntabilitas sosial. Dalam hal ini memastikan pelaksanaan program dan anggaran, termasuk penggunaan dana desa dapat dipertanggungjawabkan.
“Selain mengawal UU Tentang Desa, Kemendesa, PDT, dan transmigrasi juga berusaha memastikan penyaluran dana desa sampai ke seluruh komponen kepentingan di desa,” tutur pria asal Ponorogo, Jawa Timur itu.
Terakhir, pemerintah mengarahkan desa untuk melakukan adaptasi pelayanan dasar di era normal baru. Pelayanan dasar kepada kelompok rentan dilaksanakan dengan menaati protokol kesehatan.
“Desa inklusi harus menjadi bagian dari penguatan desa, kita berikan ruang seluas-luasnya. Kami ingin dalam lima tahun ke depan lahir banyak desa yang bisa mengaktualisasikan nilai-nilai inklusi, dalam hal ini mewujudkan desa yang ramah dan terbuka,” jelasnya.
Anwar menegaskan, desa inklusi merupakan desa yang berkomitmen dan secara konsekuen mampu menjalankan UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa.
UU tersebut berbunyi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kami sekarang sedang memperbaiki regulasi terkait desa inklusi. Kami juga mengharapkan adanya pastisipasi aktif dari seluruh mitra-mitra pembangunan, termasuk KAGAMA,” pungkasnya. (bn)
Resource : KAGAMA.CO