Yogyakarta, arsip.bhantaran.com – Indonesia masih belum lepas dari situasi pandemi Covid-19.
Data dari Pemerintah per Kamis (14/5/2020) menyatakan total masyarakat yang positif terinfeksi virus corona mencapai 16.006 orang.
Dari jumlah tersebut, 3518 orang di antaranya sembuh dan 1043 orang meninggal dunia.
Situasi ini membuat berbagai elemen berpikir untuk bersatu demi menuntaskan wabah Covid-19 di Indonesia.
Hal itulah yang mendasari terbentuknya tim dari gabungan tiga institusi, yakni UGM, Unair, dan Laboratorium Hepatika Mataram.
Tim tersebut terdiri atas: Prof. Dr. dr. Mulyanto (Laboratorium Hepatika Mataram), Prof. drh. Fedik Abdul Rantam, Ph.D (Unair), Prof. Dr. dr Cita Rosita Sigit Prakoeswa, Sp.KK(K) (Unair).
Serta Prof. dr. Tri Wibawa, Sp.MK(K) (UGM), dan Ph.D., dan Prof. dr. Sofia Mubarika Harjana, M.Med.Sc., Ph.D (UGM).
Mereka melahirkan satu inovasi yakni alat rapid test Covid-19 yang dinamai RI-GHA. Singkatan dari Republik Indonesia-Gadjah Mada Hepatika Airlangga.
Anggota tim, Prof. Sofia Mubarika, memberikan penjelasannya terkait apa itu RI-GHA.
“Tim kami bertugas untuk membuat rapid test berbasis antibodi terhadap protein rekombinan S1 dan S2 Covid
“Yakni dengan menggunakan teknologi lateral flow immunoassay,” terang dosen FK-KMK UGM itu.
Prof. Sofia menjelaskan, keunggulan rapid test dengan RI-GHA adalah praktis, mudah dilakukan tanpa alat (tambahan), dan tidak perlu tenaga ahli.
Selain itu, katanya, hasilnya spesifik, cepat, biayanya murah, dan dapat dilakukan di mana saja.
Kemudian, RI-GHA juga bisa digunakan untuk memonitor OTG (Orang Tanpa Gejala), ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), dan orang sembuh pasca-infeksi.
Prof. Sofia, yang lahir pada 7 Agustus 1948, menjelaskan proses pembuatan RI-GHA.
Pertama, alat ini diproduksi secara terbatas dengan target awal 10 ribu. Proses produksi dilakukan di Laboratorium Hepatika Mataram.
“Selanjutnya, untuk skala yang lebih besar, UGM dan Unair bertugas untuk melakukan uji validasi,” tutur Prof. Sofia.
“Hal itu agar mendapatkan nilai akurasi berdasarkan sensitifitas, spesifikasi, seroprevalence (jumlah populasi virus dalam darah),” jelas lulusan S3 Kobe University Medical School ini.
Kata Prof. Sofia, uji validasi di UGM dipimpin oleh Prof. Tri Wibawa. Pengujian dilakukan di Jogja; RSUP dr. Sardjito, RSA UGM, RSUD Jogja, Semarang; RSUP dr. Kariyadi, dan Solo; RSUD dr. Moewardi.
Sementara itu, uji validasi di Unair dipimpin oleh Prof. Cita Rosita dan Prof. Fedik dan diujikan di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Adapun gambaran seroprevalence masyarakat terpapar Covid-19 didapat melalui action research.
“Action research dipimpin oleh Dekan FK-KMK UGM, Prof. Ova Emilia bersama para public health dari dinas kesehatan seluruh kota/kab di DIY,” ujar Prof. Sofia.
Ahli kanker UGM itu mengatakan, dalam waktu dekat, RI-GHA akan diproduksi dengan skala lebih besar sehingga dapat digunakan di daerah yang lebih luas.
Prof. Sofia pun mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional) dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).
Kedua itu disebut Prof. Sofia yang telah membuat sinergi antar-institusi terjadi.
Adapun melansir KR Jogja, RI-GHA menurut rencana bakal diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei mendatang.
Resource : KAGAMA.CO