Yogyakarta, arsip.bhantaran.com — Sebagai rangkaian dalam Dies Natalis Fakultas Biologi UGM yang ke 66, Fakultas Biologi UGM mengadakan kegiatan Bedah Buku Virtual pada Jumat, (18/6). Pada kegiatan bedah buku kali ini, Fakultas Biologi UGM mengulas buku yang berjudul ‘Karakteristik dan Keragaman Genetik Ayam Lokal Indonesia’ yang ditulis oleh Prof. Budi Setiadi Daryono dan Ayudha Bahana Ilham Perdamaian.
Buku ini mengungkapkan keberagaman jenis ayam lokal dari berbagai daerah di Indonesia serta upaya penyelamatan ayam-ayam tersebut dari kepunahan.
Berdasarkan hasil peneltian, ayam-ayam yang sekarang hidup di Indonesia diketahui berasal dari satu jenis spesies ayam saja, yakni ayam hutan merah atau dalam bahasa latin-nya Gallus gallus, yang ditengarai berasal dari Thailand. Namun, dikarenakan keragaman ekosistem dan local wisdom di Indonesia, ayam hutan merah tersebut kemudian mengalami evolusi menjadi berbagai jenis ayam lokal sebagaimana yang dapat kita saksikan sekarang ini. Evolusi ini diperkirakan terjadi beberapa puluh bahkan sampai ratusan tahun yang lalu.
Sekarang ini, Indonesia tercatat memiliki 33 jenis ayam lokal yang tersebar di seluruh Nusantara. 33 jenis ayam tersebut kemudian terbagi kepada klasifikasi spesifik dan non-spesifik. Klasifikasi spesifik seperti; Balengek dari Sumatera, Pelung dari Cianjur, Kalosi dari Sulawesi, Gaok dari Jawa Barat, dan lain sebagainya. Sedangkan, contoh dalam klasifikasi non-spesifik ialah ayam kampung karena secara genetik tidak bisa diklasifikasikan, sebab berasal dari berbagai genetik ayam.
Ayam lokal Indonesia ini, sebagaimana yang diketahui, memiliki kekayaan rasa yang luar biasa dan sangat spesifik. Oleh karena itu, mengonsumsi ayam lokal menjadi salah satu kegemaran masyarakat, dan kegemaran ini diketahui terus mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Namun sayangnya, hal tersebut merupakan sebuah kabar buruk. Sebab, karakteristik ayam lokal sejatinya memiliki tingkat perkembangbiakkan yang rendah sehingga dinilai tidak mampu mengimbangi laju konsumsi masyarakat. Ayam-ayam lokal tersebut kemudian diperkirakan bakal mengalami kepunahan.
“Karna kalau kita mengandalkan ayam kampung dan ayam lokal kita yang kemampuan reproduksinya juga rendah, kemampuan pertumbuhan dan perkembangan-nya juga rendah, bisa-bisa, ayam kampung kita dan ayam lokal kita habis, kalau digunakan untuk ayam konsumsi,” tutur Prof. Budi dalam seminar bedah buku.
Oleh karena itu, buku karya Prof. Budi Setiadi dari Fakultas Biologi UGM ini kemudian juga berisikan cerita perjalanan riset terkait ‘Gama Ayam’. Gama Ayam sendiri merupakan sebuah contoh penelitian sukses dalam upaya penyelamatan ayam-ayam lokal dari kepunahan.
Gaya Ayam sendiri merupakan ayam hibrida atau persilangan ayam lokal dengan ayam dengan tingkat perkembangbiakkan tinggi. Dalam hal ini, ayam yang dipersilangkan adalah ayam lokal Pelung dari Cianjur dan Ayam Broiler. Setelah dilakukan penelitian selama lebih kurang 7 tahun lamanya, Gama Ayam berhasil menjadi seekor “Ayam Super” yang dalam waktu 7 minggu sudah bisa mencapai bobot 1,5 kg, atau sudah bisa dipanen.
Sejak tahun 2016, “Ayam Super” Gama Ayam ini telah diserahkan pengembangbiakkan serta pengolahan-nya kepada masyarakat desa binaan Fakultas Biologi UGM, yakni Desa Beji di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
[19/6 09.53] Edi Sucipto: Keragaman Ayam Indonesia dan Pengembangan “Ayam Super” UGM
Sumber : ugm.ac.id