Covid-19 di Indonesia 25 September 2020. Foto: Twitter@BNPB_Indonesia
YOGYAKARTA, arsip.bhantaran.com – Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada (UGM) Dedi Rosadi memprediksi persebaran infeksi COVID-19 di Indonesia akan berakhir pada pertengahan Februari 2021.
Dia menyebut, pada Februari 2021 itu total kasus konfirmasi positif minimal di angka 322 ribu penderita.
“Akhir pandemi sangat bergantung pada upaya pemerintah dalam mengendalikan laju penyebaran penyakit COVID-19 ini,” kata Dedi Rosadi seperti dikutip dari Antara, Kamis (24/9).
Menurut dia, berdasarkan pelacakan data terakhir dengan menggunakan berbagai pendekatan pemodelan data-driven (berbasis pergerakan data), terdapat kenaikan nilai proyeksi kasus positif di akhir pandemi yang cukup signifikan dibanding rilis terakhir pada akhir Juli 2020.
Update Infografis percepatan penanganan COVID-19 di Indonesia per tanggal 25 September 2020 Pukul 12.00 WIB. #BersatuLawanCovid19 pic.twitter.com/ohV1HKi9nC — BNPB Indonesia (@BNPB_Indonesia) September 25, 2020
Prediksi paling optimistis, kata dia, diperoleh dengan menggunakan model hybrid kompartemen SIR-Regresi-runtun-waktu diperkirakan pandemi akan berakhir di pertengahan Februari 2021 dengan total kasus positif minimal 322 ribu penderita.
Sementara secara terpisah diperoleh dengan model Probabilistic Data Driven Model (PDDM) COVID-19 Indonesia yang disusun oleh Dedi Rosadi bersama Alumni FMIPA UGM, Drs Joko Kristadi, MSi. dan Dr Fidelis Diponegoro, SSi, MM, pandemi akan berpuncak di pertengahan November sampai awal Desember.
Kemudian berakhir di akhir Mei 2021 dengan estimasi total kasus positif sekitar 700 ribu penderita.
Sedangkan dengan tim lainnya, Dedi Rosadi melakukan kajian dengan pendekatan model kurva Richard dan kurva pertumbuhan logistik.
Kajian itu menunjukkan proyeksi akhir pandemi berada di antara April 2021 sampai dengan awal 2022 dengan kisaran prediksi total penderita yang sangat mirip dengan hasil model SIR-Regresi dan PDDM di atas.
Lebih lanjut, dari pantauan kurva insidensi harian penderita terlihat bahwa penambahan jumlah pasien harian belum mencapai puncaknya sampai sekarang.
Sedangkan angka penularan saat ini (Rt) masih di atas 1 yakni bernilai 1.07 pada tanggal 23 September 2020.
Namun demikian dengan model SIR-Regresi-runtun-waktu dapat disimpulkan terjadi sedikit peningkatan laju infeksi penyebaran penyakit yang dibarengi dengan peningkatan yang cukup tinggi terhadap laju kesembuhan pasien.
Berdasarkan prediksi tersebut, Dedi Rosadi menyampaikan sejumlah catatan penting yang patut menjadi perhatian bersama pada saat ini.
Pertama, perlunya dilakukan pengendalian penyebaran COVID-19 secara optimal dengan menggencarkan 3T yakni “tracing, testing, dan treatment” di episentrum utama Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, dan Sulawesi Selatan.
Demikian pula di provinsi lain, menurut dia, perlu juga dilakukan pengendalian penyebaran secara lebih optimal dengan lebih menggencarkan gerakan 3T.
“Secara nasional dalam jangka waktu dekat juga penting untuk dipantau secara saksama kemungkinan kemunculan klaster pilkada yang muncul karena mobilitas penduduk mendukung proses kegiatan ini baik sebelum hari H maupun pada hari H kegiatan Pilkada,” kata dia.
Selanjutnya, perlunya meningkatkan kewaspadaan adanya penularan lokal di beberapa wilayah provinsi atau kabupaten yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19.
Hal itu penting dilakukan mengingat angka perhitungan Rt (angka reproduksi/angka penularan) COVID-19 Indonesia dalam beberapa hari terakhir masih di sekitar 1.07.
Dedi mengatakan penurunan laju penularan dapat dilakukan secara optimal dengan berbagai upaya.
Utamanya dengan pendisiplinan masyarakat dalam menaati protokol kesehatan khususnya penggunaan masker dan menjaga jarak, pengaturan mobilitas penduduk secara lebih berhati hati dan pemberian vaksin massal.
Di sisi lain, menurut Dedi, penemuan teknologi obat akan meningkatkan laju kesembuhan, sehingga secara bersama sama upaya-upaya tersebut akan dapat mengakhiri pandemi COVID-19 secara lebih cepat.
(jpnn/bn)